Senin, 28 Februari 2011

Pengangkatan Kepala Sekolah





Kementerian Pendidikan Nasional (kemendiknas) mengambil alih kewenangan daerah untuk memutasi Kepala Sekolah (kasek). Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kasek, berarti pemerintah pusat resmi mencabut kewenangan tersebut.


Mendiknas M. Nuh menjelaskan, peraturan tersebut berlaku untuk mutasi Kasek/madrasah pada jenjang TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Tidak terkecuali rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). "Semua jenjang akan diatur oleh Permendiknas," ungkapnya.

Menurut Nuh, pemindahan kewenangan itu salah satunya untuk menyiapkan pimpinan tertinggi lembaga pendidikan dengan baik. Dia menjelaskan, jika sebelumnya kepala daerah dapat memutasi Kasek dengan mudah, kini calon Kasek wajib mengikuti berbagai seleksi ketat. "Pemerintah daerah tidak bisa lagi semena-mena mengganti Kasek," ujarnya.

Permendiknas yang ditetapkan pada 27 Oktober 2010 ini, kata Nuh, sengaja dikeluarkan untuk melindungi Kasek dari politik pemerintah yang seringkali merugikan mereka. "Kami mendengar banyak laporan tentang Kasek yang menjadi korban politik," ungkap mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (menkominfo) itu.

Tanpa merinci permasalahan yang diterima, Nuh mengaku berkewajiban melindungi pimpinan lembaga pendidikan untuk tetap mengabdi tanpa ada intervensi dari pemda. "Untuk itu Permendiknas ini kami munculkan, semua yang kelihatan tidak beres bisa diluruskan dengan satu aturan yang sama," tuturnya.

Nuh menganggap desentralisasi pemutasian Kasek seringkali disalahartikan oleh beberapa pihak. Sehingga dia mengesahkan aturan khusus untuk dapat memindah dan memberhentikan Kasek. "Aturan memang dari pusat, tapi proses pemindahan tetap dipegang kendali oleh pemerintah daerah," katanya.

Artinya, meski sudah diatur penuh oleh Permendiknas, pemerintah daerah tetap bisa mengganti dan memberhentikan kasek. Hanya saja prosedur yang dilakukan saat ini tidak bisa sembarangan, sebab sebelum mutasi dilakukan, pemda harus mendaftarkan calon kasek baru dua tahun sebelum mutasi dilakukan. "Ini untuk menggodok calon kasek baru dengan matang," paparnya.

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Baedhowi menegaskan, proses pengangkatan kasek perlu melalui penilaian aksepbilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan yang ditetapkan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota dan penyelenggara sekolah. Bahkan, para calon Kasek juga akan diperkenalkan dengan lisensi yang menyatakan lulus kompetensi.

Kata dia, mereka yang berada di ruang lingkup pendidikan patut dilindungi dari politik praktis yang sering melibatkan mereka di dalamnya. "Ada yang dicopot dari jabatan Kasek tanpa alasan. Ada juga yang dipindah di daerah terpencil juga tidak ada alasan jelasnya," lanjut Baedhowi. (sumber jpnn.com)

Kamis, 02 September 2010

Fenomena Guru Menerapkan ICT Dalam Pembelajaran

Fenomena Guru Menerapkan ICT Dalam Pembelajaran

Guru merupakan seseorang yang mengelola kegiatan pembelajaran bagi para peserta didiknya.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas menjadi wewenang dan tanggungjawab guru. Sumber-sumber belajar apa saja yang akan dimanfaatkan di dalam kelas adalah sepenuhnya berada di tangan guru. Metode pembelajaran yang bagaimana yang akan dterapkan di dalam kelas untuk menyajikan materi pelajaran tertentu adalah juga menjadi tanggungjawab guru. Sekalipun sudah ada panduan tentang metode pembelajaran yang ditetapkan untuk digunakan guru dalam menyajikan materi pelajaran, namun tetap saja guru memiliki kewenangan untuk memilih dan menetapkan metode pembelajaran yang akan digunakannya di dalam kelas.

Pengadaan media TIK untuk kegiatan pembelajaran bisa saja berasal dari sekolah itu sendiri atau dari pihak lain. Pada prinsipnya tidak menjadi masalah dari manapun asalnya media TIK yang sampai di sekolah. Permasalahan yang justru lebih penting lagi adalah bagaimana menyiasati agar media TIK yang telah tersedia di sekolah dapat dioptimalkan pemanfaatannya bagi kepentingan pembelajaran peserta didik. Beberapa contoh media TIK yang mulai banyak tersedia adalah CD/kaset audio, VCD, dan internet. Sehubungan dengan semakin maraknya ketersediaan media TIK untuk kegiatan pembelajaran, baik yang diterima dari pemerintah, yang diadakan oleh sekolah sendiri maupun yang diterima sekolah dari berbagai pihak termasuk guru yang kreatif dan peka terhadap perkembangan ICT. Maka mau tidak mau, guru sebelum melaksanakan/menerapkan dalam pembelajaran, harus sedikit demi sedikit belajar untuk beradaptasi dengan ICT terlebih dahulu.

Perkembangan ICT saat ini semakin membuka peluang yang lebar bagi lembaga pendidikan atau guru untuk memanfaatkan sistem e-learning guna mendukung proses belajar mengajar. Dengan e-learning guru bisa menyampaikan materi pembelajaran melalui Internet sehingga siswa dapat mengakses meteri tersebut kapan saja dan dari mana saja. Bagi lembaga pendidikan yang sudah mampu dalam hal infrastuktur, sumber daya manusia maupun sumber dana, untuk membangun sistem e-learning tidaklah menjadi masalah. Untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas diperlukan adanya peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini keberhasilan pendidikan tak lepas dari peran sekolah. Akan tetapi, bagaimana dengan sekolah yang tidak mempunyai berbagai sumber daya tersebut ? Maka sebelum guru memanfaatkan ICT dalam pembelajaran, beberapa permasalahan perlu kiranya mendapatkan perhatian:

  1. Lembaga pendidikan yang infrastukturnya lengkap, sumber dana memadahi, mutu SDM merata, akan tetapi pendidiknya kurang kreatif dalam pengembangan media pembelajaran.
  2. Lembaga pendidikan yang infrastukturnya lengkap, sumber dana memadahi, mutu SDM merata, pendidiknya kreatif dalam pengembangan media pembelajaran, akan tetapi latar belakang peserta didik kurang mendukung.
  3. Lembaga pendidikan yang infrastukturnya lengkap, sumber dana memadahi akan tetapi mutu SDM kurang merata.
  4. Lembaga pendidikan yang infrastukturnya lengkap, sumber dana minim tetapi mutu SDM kurang merata.
  5. Lembaga pendidikan yang infrastukturnya kurang, dana minim tetapi mutu SDM kurang merata, akan tetapi ada pendidik yang kreatif dalam pengembangan media pembelajaran.
Dari sisi pimpinan lembaga pendidikan, pimpinan lembaga pendidikan merupakan sosok yang sangat peka terhadap perkembangan di luar lembaga pendidikan, sehingga dengan rasa kepekaan tersebut khususnya terhadap perkembangan ICT bisa diadopsi untuk perkembangan lembaga pendidikan yang dipimpinya. Dunia teknologi informasi merupakan dunia yang sulit dicerna karena keterbatasan kemampuan dan waktu. Karena saya pribadi belum pernah merasakan sebagai pimpinan lembaga pendidikan, jadi kurang begitu faham akan hambatan apa yang dihadapi sebagai seorang pimpinan lembaga pendidikan.

Kembali pada Lima (5) permasalahan yang penulis sebutkan di atas, dalam kategari mana lembaga pendidikan Anda berada ? Apabila sekolahan Anda masuk dalam kategori nomor 1 sampai nomor 4, maka solusi yang saya tawarkan hanyalah perlunya diadakan diklat mengenai ICT atau semacamnya terhadap SDM untuk meningkatkan mutu SDM yang ada. Karena apabila mutu SDM yang ada khususnya pendidik sudah memadahi tidak perlu sampai master, maka action selanjutnya adalah tergantung dari kebijakan pimpinan lembaga pendidikan tersebut.

Penulis dalam hal ini akan membahas permasalahan nomor Lima (5) yaitu Lembaga pendidikan yang infrastukturnya kurang, dana minim tetapi mutu SDM kurang merata, akan tetapi ada pendidik yang kreatif dalam pengembangan media pembelajaran.

Dari sisi seorang Guru, dunia teknologi informasi (ICT) merupakan masalah yang sulit untuk dicerna karena keterbatasan kemampuan dan waktu. Beliau-beliau sudah langsung pusing walaupun baru dihadapkan pada sebuah komputer di depannya. Apalagi disuruh untuk mengembangkan media pembelajaran yang diampunya ke dalam CD interaktif, atau media pembelajaran yang online. Karena beliau-beliau ini sudah menjalankan tugas sebagai pendidik sebelum internet ada. Ditambah rutinitas sehari-hari dalam sekolah tentunya menjadi semakin sulit untuk sekedar berinteraksi melalui internet. Sementara realita-nya, dunia saat ini tidak bisa lepas dari internet.

Bagi lembaga pendidikan yang merasa sumber dana pas-pasan jangan langsung menyalahkan anggaran sekolah yang ada. Kini banyak portal e-learning yang dikembangkan dengan perangkat lunak Learning Management System (LMS) yang disebut Moodle. Moodle merupakan perangkat lunak open source yang mendukung implementasi e-learning dengan paradigma terpadu dimana berbagai fitur penunjang pembelajaran dengan mudah dapat diakomodasi dalam suatu portal e-learning. Fitur-fitur penting penunjang pembelajaran tersebut misalnya: tugas, quiz, komunikasi, kolaborasi, serta fitur utama yang dapat meng-upload berbagai format materi pembelajaran.

Pada saat ini Portal elearning banyak dikembangkan dengan menggunakan LMS (Learning Management System). Moodle merupakan salah satu LMS open source yang sangat populer. Moodle dapat dengan mudah dipakai untuk mengembangkan portal sistem e-learning. Dengan Moodle, portal e-learning dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, Saya mengambil contoh portal elearning yang dikembangkan dengan LMS Moodle adalah http://smklive.edumoot.com yang akan penulis kembangkan menjadi pembelajaran online di SMK Negeri 1 Laguboti. atau http://pakwin.edumoot.com. Dengan anggapan bahwa latar belakang siswa yang kurang mendukung, paling tidak keberadaan situs elearning kita sudah diketahui oleh siswa. Sehingga siswa akan penasaran untuk membuka situs tersebut dengan harapan akan menambah sumber belajar siswa. Kemungkinan proses pelaksanaan pembelajaran secara online ini akan memakan waktu beberapa tahun ke depan seiring dengan peningkatan perekonomian orang tua siswa.

Langkah untuk menerapkan elearning di sekolah.

Segala sesuatu usaha memerlukan tahap yaitu proses demi proses sesuai dengan situasi dan kondisi dimana kita memulainya. Langkah pertama lembaga pendidikan untuk membuat situs elearning adalah adanya salah satu guru atau pendidik yang memang ingin maju untuk mengembangkan media pembelajaran sesuai dengan perkembangan ICT dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil belajar siswa demi tantangan zaman yang semakin komplek di tahun-tahun yang akan datang. Inilah salah satu syarat yang harus dimiliki, dengan asumsi sekolah sudah memiliki jaringan internet.

 Apabila situs elearning sudah dibuat dengan menggunakan portal e-learning yang dikembangkan dengan perangkat lunak Learning Management System (LMS) sebut saja Moodle merupakan perangkat lunak yang open source oleh salah seorang guru maka;  
  1.  Pendidik supaya mendaftarkan diri di situs elearning sehingga admin bisa memposisikannya sebagai guru. Satu demi satu guru dianjurkan untuk mencoba memasukkan atau mengupload materi di situs elearning tersebut; dimana berbagai fitur penunjang pembelajaran dengan mudah dapat diakomodasi dalam portal e-learning open source. Fitur-fitur penting penunjang pembelajaran misalnya: tugas, quiz, komunikasi, kolaborasi, serta fitur utama yang dapat meng-upload berbagai format materi pembelajaran. Ini biasanya akan memakan waktu relatif lama tergantung dari kemahiran pendidik/keseriusan dalam memasuki suasana pembelajaran baru. Sungguh keadaan ini sangat sulit bagi seorang Guru pada dewasa ini. Permasalahan kelengkapan PBM yang menumpuk, persyaratan administrasi kelihatan bertélé-télé (dalam mencairkan uang sertifikasi, walaupun dengan terpaksa guru melengkapi berkas sementara pencairan dana sertifikasi tidak cair tepat waktu. Ditambah lagi dana belum cair sudah diminta lagi untuk melengkapi berkas), Gaji guru yang relatif masih rendah. Deraan ekonomi mengharuskan seorang Guru harus berfikir Seribu kali dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Keadaan semacam ini akan menghambat guru dalam usaha mengembangkan media pembelajaran sesuai perkembangan ICT. Kami para guru mengharapkan supaya administrasi dan birokrasi dilangsingkan sehingga rekan-rekan guru bisa terfokus untuk mengembangkan media pembelajaran sesuai dengan perkembangan ICT demi anak-anak kita sebagai penerus bangsa yang handal.
  2. Perkenalkan situs elearning kepada siswa, untuk mendaftarkan dan mengikuti pembelajaran tambahan secara online selain pembelajaran yang telah dilaksanakan secara konvensional dengan bertatap muka di kelas. Dalam hal ini situs elearning belum secara resmi diberlakukan hanya untuk memotifasi siswa saja.
  3.  Apabila siswa sudah mendaftar hampir 50% maka pihak sekolah mengharuskan semua guru untuk meng-upload semua materi pelajaran dan perangkat lainnya situs elearning. Dengan asumsi administrasi telah dilangsingkan sehingga fokus pikiran guru bisa mengarah ke target.
  4. Langkah terakhir adalah Tahun Ajaran Baru situs elearning yang sudah dirintis ini diberlakukan secara resmi oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. 
Intinya, Guru memang harus berada didepan membukakan tirai menuju masa depan anak didiknya, untuk menghadapi perkembangan dunia teknologi informasi khususnya internet, seorang guru akan sangat ketinggalan bila sedikit pun beliau tidak mau minimal kenal dengan apa yang namanya internet.

Sementara anak-anak pelajar saat ini untuk urusan internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, tiada hari tanpa facebook, membuat blog pribadi dan lainnya artinya informasi yang mereka dapat sudah lebih up to date. Bila ini tidak diimbangi oleh SDM para Guru untuk menerapkan pengembangan media pembelajarannya sesuai kebutuhan siswa, bisa jadi guru hanya sebagai simbol belaka di kelas. Yang tidak kita inginkan bersama bagi rekan-rekan guru adalah apabila suatu saat di tengah-tengah guru menjelaskan suatu materi pelajaran dan di sela oleh siswa “itu sudah lama saya baca di internet pak !”. Keadaan ini harus segera di cermati oleh dunia pendidikan kita. Untuk mengantisipasi hal tersebut hendaknya rekan-rekan guru jangan menutup mata dengan perkembangan ICT, mari kita lengkapi media pembelajaran kita dengan menerapkan perkembangan ICT sebagai pendukung dalam pelaksanaan tugas kita sebagai pendidik. Harus kita akui bersama bahwa hal ini memang harus terjadi untuk kemajuan.

Dengan meminjam kata orang bijak :

“Perangi ketakutan akan perubahan, dengan berusaha memeluk perubahan itu sendiri.”

“Saat ini kita sedang melakukan suatu spekulasi baru yang penuh resiko, dan jika kita tidak bergerak maka akan jauh lebih berbahaya.”

Semangat ! ! ! Dan maju guru Indonesia ! ! !

  
Oleh: Drs Winarna Herususila

SMK Negeri 1 Laguboti

Guru Dalam Mengejar ICT

Fenomena Guru Dalam Mengejar ICT


Guru memang harus berada didepan membukakan pintu gerbang menuju masa depan anak didiknya. Menghadapi perkembangan dunia teknologi informasi khususnya internet, seorang guru akan sangat ketinggalan bila sedikit pun beliau tidak mau minimal kenal dengan yang namanya internet.

Sementara anak-anak pelajar saat ini untuk urusan internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, artinya informasi yang mereka dapat sudah lebih up to date. Bila ini tidak diimbangi oleh SDM para Guru boleh jadi sekolah bagi siswa hanyalah rutinitas keharusan agar diakui statusnya sebagai seorang pelajar dalam pergaulannya.

Intinya, dengan internet tanpa sekolah pun mereka dapat ilmu pengetahuan, referensi, artikel dan sebagainya, dan tentu saja dibalik itu ada unsur yang berbau negatif di sana. Coba bayangkan, seandainya dunia kerja kita tidak menulis syarat ijazah pada persyaratan lamaran, bisa jadi Sekolahan hanya menjadi bangku-bangku kosong, bila ada siswa pun karena terpaksa, sebab sekolah sekarang bukannya biaya makin murah namun makin berat bagi orang tua siswa. Bisa jadi sekolah formal bukan lagi suatu keharusan di tahun-tahun yang akan datang.

Keadaan ini harus segera di cermati oleh dunia pendidikan kita.

Berbagai dana dikucurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, pendidik dan sarana prasarana bagaikan air mengalir di tanah gersang.

Dari sisi seorang Guru, dunia teknologi informasi merupakan dunia yang sulit dicerna karena keterbatasan kemampuan dan waktu. Beliau-beliau sudah menjalankan tugas sebelum internet ada. Ditambah rutinitas sehari-hari dalam sekolah tentunya menjadi semakin sulit untuk sekedar berinteraksi melalui internet. Sementara realita-nya, dunia saat ini tidak bisa lepas dari internet.

Sungguh posisi yang sangat sulit bagi seorang Guru pada dewasa ini. Permasalahan kelengkapan PBM yang menumpuk, persyaratan administrasi kelihatan bertélé-télé (dalam mencairkan uang sertifikasi, walaupun dengan terpaksa guru melengkapi berkas sementara pencairan dana sertifikasi tidak cair tepat waktu. Ditambah lagi dana belum cair sudah diminta lagi untuk melengkapi berkas), Gaji guru yang relatif masih rendah. Deraan ekonomi mengharuskan seorang Guru harus berfikir Seribu kali dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Rasanya tidak adil bila kita semua menuntut beliau-beliau untuk berlaku sebagaimana mestinya secara proporsional.



Apabila dana pendidikan anak-anak Guru ditanggung pemerintah, sertifikasi cair tepat waktu serta administrasi dan birokrasi lancar, kita baru bisa menuntut kinerja Guru secara maksimal.

Akumulasi dari berbagai persoalan di lembaga pendidikan adalah wajar bila sekolahan dijadikan semacam industri. Yang mana sekolahan dijadikan ajang bisnis, tidak lain hanya untuk mencukupi kebutuhan ekonomi. Yang pada akhirnya munculah berbagai korupsi, mark up, dan sebagainya.

Munculnya lembaga pendidikan swasta, kualitas swasta justru jauh lebih tinggi dari pada pendidikan hasil dari produk pemerintah (negeri). Ironisnya pemerintah berani mengeluarkan target minimal nilai bagi suluruh siswa. Sehingga hampir seluruh hidup siswa untuk mengejar target tersebut, pagi belajar di sekolah, sore harus lari ke lembaga pendidikan swasta, begitu seterusnya. Secara tidak sadar kita telah ikut menciptakan generasi nomerik tanpa menyentuh nilai-nilai luhur kemanusiaannya. Terciptalah manusia-manusia brutalisme, terciptalah manusia tanpa budaya indonesia dan seterusnya. Dunia Pendidikan Indonesia mulai lemah, sangat tertinggal kualitasnya dengan negara-negara tetangga.

Sementara kebijakan-kebijakan pendidikan indonesia selalu terkait dengan partai politik. Dunia pendidikan hanyalah isu yang dijadikan senjata partai politik dalam meraih tujuan golongannya. Tidak terpikir sedikitpun dari beliau-beliau bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan indonesia secara menyeluruh.

Persoalannya sekarang sudah menjadi benang kusut yang entah dimulai dari mana untuk mengurainya. Bila kita mengharap kualitas pendidikan menjadi lebih baik, tentu sarana dan prasarana pendidikan juga harus yang memadai. Demikian pula para guru yang jelas-jelas bekerja untuk mencipta generasi bangsa kedepan, dan tidak kalah penting beliau-beliau di instansi-instansi yang terkait dengan pendidikan harus bekerja secara profesional dalam bidangnya.

Begitu sulitkah untuk mensejahterakan Guru mengingat kredibilitas mereka adalah bentuk kedepan indonesia ???